Angkat Seluruh PPB Menjadi ASN KKP RI

SIARAN PERS
ALIANSI PENYULUH PERIKANAN BANTU INDONESIA (APPBI) – ANGGOTA KONFEDERASI KONGRES ALIANSI SERIKAT BURUH INDONESIA (KASBI)
Bahwa Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan, pada Pasal 1 Ayat (18) menyebutkan bahwa Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh, yaitu perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Sementara pada Pasal 42 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Pelatihan, Dan Penyuluhan Perikanan menyebutkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tenaga penyuluh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mengangkat penyuluh perikanan kehormatan dan/atau Penyuluh Perikanan Bantu.
Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) adalah Penyuluh Perikanan yang dipekerjakan dengan sistem kontrak oleh Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP). Keberadaan Penyuluh Perikanan dengan sistem kontrak sudah ada sejak tahun 2008 yang keberadaannya sebagian ada yang masih bertahan personalnya hingga nama dari penyuluh tersebut berubah menjadi Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) seperti saat ini. Dalam perjalanannya, kelompok penyuluh perikanan ini dari tahun ke tahun telah mengalami perubahan naungan dalam pekerjaan yang dilaksanakan, diantaranya sempat bernaung pada Dirjen teknis dan juga pada Pusat Pengembangan Penyuluh BPSDM KP yang sekarang berubah nama menjadi Pusat Pelatihan dan Penyuluhan KP BRSDMKP. Akan tetapi pada substansinya, person tenaga penyuluh yang ada didalamnya adalah sebagian Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) yang ada saat ini.
Selama hampir 15 (lima belas) tahun terakhir, Penyuluh Perikanan di pekerjakan dengan system kontrak, juga mengalami beberapa kali perubahan nama dan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta telah mengalami beberapa kali penambahan jumlah personil. Saat ini, Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) berjumlah 1.571 orang dengan usia dan masa kerja yang cukup beragam. Wilayah kerja PPB meliputi kawasan sentra dan/atau potensi kelautan dan perikanan atau kecamatan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi urusan perikanan. Penyuluh Perikanan Bantu sendiri memiliki peran dan fungsi sebagai pendamping pelaku utama dan pelaku usaha perikanan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan di sektor kelautan dan perikanan; sebagai agen perubahan pelaku utama dan usaha perikanan dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan; dan sebagai motivator, fasilitator, dan mediator dalam proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa urusan pemerintahan dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota (konkuren) dimana Pengembangan SDM Masyarakat Kelautan dan Perikanan termasuk di dalamnya memuat penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional telah mengamanahkan urusan tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Hal tersebut memiliki banyak implikasi yang salah satunya adalah pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) formasi Penyuluh Perikanan sudah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Sementara itu, hadirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, juga sangat berkorelasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Dimana, pada pasal 49 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2016 telah mengamanahkan bahwa Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, termasuk keluarganya, dan pada ayat (3) mengamanahkan bahwa Penyediaan penyuluh paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang penyuluh dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan Perikanan. Senada dengan itu, Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 38/PERMEN-KP/2013 tentang Kebijakan Dan Strategi Penyuluhan Perikanan pada Pasal 7 ayat (2) huruf (a) juga mengamanahkan bahwa pemenuhan jumlah, penempatan, dan distribusi tenaga penyuluh paling sedikit 3 (tiga) orang penyuluh perikanan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di setiap kecamatan potensi perikanan.
Mencermati amanah peraturan perundang-undangan sebagaimana diatas, maka secara sekilas sudah terbayangkan bahwa jumlah tenaga penyuluh perikanan yang ada saat ini masih sangat minim dan atau belum ideal. Saat ini, jumlah Penyuluh Perikanan yang ada di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah sekitar ± 4.452 orang, terdiri dari Penyuluh Perikanan ASN sekitar 2.881 orang, Penyuluh Perikanan Bantu sekitar 1.571 orang, dan Penyuluh Perikanan Swadaya sekitar 1.571 orang. Sedangkan Kebutuhan Penyuluh Perikanan secara Nasional adalah ±18.963 orang. Dengan demikian, masih terdapat kekurangan Penyuluh Perikanan secara Nasional sebanyak 14.501 orang.
Memperhatikan hal tersebut, maka jelas bahwa, kemampuan daya dorong untuk melakukan percepatan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pelaku usaha dan pelaku utama masyarakat perikanan dampaknya belum dapat dilihat secara agregat. Minimnya tenaga penyuluh perikanan, dapat didasarkan pada faktor tidak sebandingnya jumlah tenaga penyuluh perikanan dengan jumlah kecamatan potensi kelautan dan perikanan yang ada. Ketersediaan tenaga penyuluh perikanan yang terbatas, secara tidak langsung akan berimplikasi pada tidak optimalnya penyelenggaraan penyuluhan perikanan dalam pemanfaatan berbagai potensi kelautan dan perikanan di daerah. Selain itu, keterbatasan ketersediaan tenaga penyuluh perikanan juga diakibatkan karena banyaknya penyuluh ASN yang memasuki masa pensiun.
Oleh karena itu, untuk membangun sistem penyuluhan perikanan yang handal dan profesional, selain ditentukan oleh keberadaan kelembagaan penyuluhan perikanan yang kondusif, juga sangat ditentukan oleh keberadaan penyuluhnya yang jumlahnya cukup dan SDM berkwalitas. Selain sangat besar manfaat dan dampak yang ditimbulkan jika ketersediaan jumlah penyuluh terpenuhi, tenaga penyuluh perikanan yang terbatas sangat penting juga untuk diperhatikan.
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia memiliki akal serta harkat dan martabat yang membedakan dari makhluk yang lain. Nilai-nilai, harkat, derajat, dan martabat yang dimiliki oleh manusia haruslah dijunjung tinggi dan dilindungi. Dengan demikian, hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia pun dapat terlindungi juga. Hak yang dimiliki oleh manusia itu biasa disebut hak asasi manusia.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjungtinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dari penjelasan di atas, tentu sudah menjadi keharusan bahwa setiap orang harus memperlakukan sesamanya sesuai hak asasi manusia yang dimiliki. Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 juga menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam pasal 23 ayat (3) Deklarasi Universal HAM Persatuan Bangsa-Bangsa, bahwa setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik, yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarga, sepadan dengan martabat manusia, dan jika memungkinkan ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari warga negara, jelas bahwa tenaga Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) memiliki Hak Konstitusional yang telah diatur didalam Konstitusi UUD 1945. Diantaranya; hak untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusian; hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum.
Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) sebagai warga negara sekaligus tenaga kerja fungsional yang melekat pada instansi Kementerian Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia, tentunya sangat berharap bahwa hak-haknya juga dapat dipenuhi secara nyata sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap masa pengabdiannya yaitu harapan untuk menjadi Penyuluh Perikanan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerisn Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Seiring dengan itu, maka kami Aliansi Penyuluh Perikanan yang berafiliasi pada Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), dengan ini menyampaikan tuntutan sebagai berikut :
1. Angkat seluruh Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) Menjadi ASN;
2. Prioritaskan Penyuluh Perikanan Bantu yang tersertifikasi dalam seleksi ASN;
3. Hapuskan kualifikasi Pendidikan Khusus bagi Penyuluh Perikanan Bantu.
Demikianlah release ini kami sampaikan, untuk mendapatkan dukungan dari Media dan Masyarakat, serta pemenuhan tuntutan dari Pemerintah ; Presiden, Menteri KKP, Menpan RB, dan DPR RI.
Jakarta, 07 Maret 2023
Aliansi Penyuluh Perikanan Bantu Indonesia (APPBI) –
Anggota Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
JURU BICARA
* NEDI ISKANDAR (KETUA APPBI) : 0852 1841 4321
* SUNARNO, SH ( KETUA UMUM KONFEDERASI KASBI) : 0812 8064 6029